Perceraian adalah kebalikan dari pernikahan dan berakhirnya suatu perkawinan. Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Perceraian dipahami sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang kemudian hidup terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum yang berlaku. Keharusan perceraian dilakukan di depan sidang pengadilan agama ini sejalan dengan ketetapan syari’at Islam bahwa madharat haruslah dihilangkan, dan turunan dari qaidah tersebut apabila terjadi perbenturan antara maslahat dan madharat maka maslahat yang lebih diutamakan. Artinya tugas dan fungsi hakim pengadilan agama merupakan tugas suci, dan dalam hal perkara perceraian hakim pengadilan agama bertugas untuk mewujudkan kembali keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dalam Islam bahwa perceraian itu sangat dibenci oleh Allah SWT.
Jenis perceraian
1. Cerai hidup - seseorang yang telah berpisah sebagai suami-istri karena bercerai dan belum kawin lagi. Dalam hal ini tidak termasuk mereka yang mengaku cerai walaupun belum/atau telah resmi secara hukum sebelum ada pengakuan dari pemilik akad ialah suami, dan juga alasan dalih-dalih harus dapat dibuktikan secara hukum negara ataupun hukum agama dan hukum adat dengan minimal terbuktinya dengan 3 (tiga) barang bukti, dan keterangan para saksi-saksi dari pihak suami dan dari pihak istri, tidak sah gugatan tersebut apabila saksi hanya diadakan dari satu pihak saja contoh: dari suami begitupun sebaliknya, para saksi wajib menyampaikan keterangan yang sebenarnya dan tidak direkayasa serta kesaksian palsu, hal ini berdasarkan Penerapan Pasal 22 ayat 2 PP No. 9 Tahun 1975 jo. Pasal 76 ayat 1 UU No. 7 Tahun 1989. Serta tidak termasuk mereka yang hanya hidup terpisah tetapi masih berstatus kawin, misalnya suami/istri ditinggalkan oleh istri/suami ke tempat lain karena sekolah, bekerja, mencari pekerjaan, atau untuk keperluan lain bak korban intervensi campur tangan oknum dan penyekapan oleh oknum. Wanita yang mengaku belum pernah kawin tetapi pernah hamil, dianggap cerai hidup.
2. Cerai mati - Perceraian yang diakibatkan salah satu pasangan telah meninggal dunia.
3. Cerai Gugat - Perceraian yang dilakukan karena kehendak Istri untuk melepaskan ikatan perkawinan dalam Islam disebut Khulu. Karena takut tidak dapat hukum-hukum Allah SWT yaitu taat kepada suami dengan adanya iwadh (tebusan) yang diberikan kepada suami sebagai tebusan dirinya agar suami mewnceraikannya dengan menggunakan lafaz khulu atau semakna dengan itu dari suami. Adapun yang menjadi landasan Cerai Gugat adalah Al-Qur'an, hadis Nabi Muhammad SAW dan ijma' ulama. Firman Allah SWT dalam Q.S. al-Baqarah: 229. Adapun akibat dari Cerai Gugat:
- Bagi istri yang meminta cerai kepada suaminya, melawan suami tanpa alasan yang dibenarkan oleh tuntutan dari Allah SWT yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan bagi tiap-tiap orang muslim yang dikenai kewajiban atau perintah dan menjauhi larangan-larangan agama Islam (pribadi muslim yang sudah dapat dikenai hukum) maka tidak dapat masuk surga karenamencium bau surga saja tidak bisa[11].
- Dengan adanya Cerai Gugat mantan Istri menguasai dirinya secara penuh, segala urusan mantan istri berada ditangannya sendiri, sebab ia telah menyerahkan sejumlah uang kepada suaminya guna untuk melepaskan dirinya itu, sejumlah uang tersebut ditetapkan dan ditentukan oleh penerima sakral ialah suami.
- Cerai Gugat berakibat jatuhnya talak ba'im shugra. Jadi Cerai Gugat mengurangi jumlah talak tetapi suami tidak boleh rujuk kepada bekas istrinya, apabila suami ingin kembali kepada Istrinya maka harus dengan akad nikah baru.
- Akibat Cerai Gugat pada anak yang belum mumayyiz, mencari uang sendiri berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya telah meninggal dunia maka kedudukannya digantikan. Sedangkan pada anak yang sudah mumayyiz, bisa mencari uang sendiri anak memiliki hak khiyar (memilih) yakni memilih untuk mendapat hak hadhanah ayah atau ibunya[11].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar